Friday, October 26, 2018

HASAN AL BASHRI DARI BASHRAH

Hasan bin Abil Hasan al-Bashri lahir di kota Madinah pada tahun 21 H/642. Ia adalah putera dari seorang budak yang ditangkap di Maisan, kemudian menjadi klien dari skretaris Nabi Muhammad, Zaid bin Tsabit. Karena dibesarkan di Bashrah ia sering bertemu dengan banyak sahabat Nabi, antara lain — seperti yang dikatakan orang — dengan tujuh puluh sahabat yang turut dalam Perang Badar. Hasan tumbuh menjadi seorang tokoh di antara tokoh yang paling terkemuka pada zamannya. Dan ia termasyhur karena kesalehannya yang teguh, dan membenci sikap kalangan atas yang suka berpoya-poya. Sementara teolog-teolog dari kalangan Mu’tazilah memandang Hasan sebagai pendiri gerakan mereka (“Amr bin ‘Ubaid dan Wasil bin Atha” terhitung sebagai muridnya), didalam hiografi sufi, ia dimuliakan sebagai salah seorang di antara tokoh-tokoh suci yang terbesar pada masa awal sejarah Islam. Hasan meninggal di kota Bashrah pada tahun 110H/728 M. Banyak pidato-pidatonya — memang ia adalah seorang yang cemerlang – dan ucapan-ucapannya dikutip oleh penulis-penulis bangsa Arab dan tidak sedikit di antara surat-suratnya yang masih dapat kita saksikan hingga sekarang.


HASAN DARI BASHRAH BERTAUBAT

Pada mulanya Hasan dari Bashrah adalah seorang pedagang batu permata, karena itu ia dijuluki Hasan si pedagang mutiara. Hasan mempunyai hubungan dagang dengan Bizantium, karena itu ia berkepentingan dengan para Jenderal dan  Menteri Kaisar, dalam sebuah peristiwa ketika bepergian ke Bizantium, hasan mengunjungi Perdana Menteri dan mereka berbincang-bincang beberapa saat.

“Jika engkau suka, kita akan pergi ke suatu tempat”, si menteri mengajak Hasan.

“Terserah kepadamu,” jawab Hasan, “Ke mana pun aku menurut.”

Si menteri memerintahkan agar disediakan seekor kuda untuk Hasan. Si menteri naik ke punggung kudanya, Hasan pun melakukan hal yang serupa, setelah itu berangkatlah mereka menuju padang pasir. Sesampainya di tempat tujuan, Hasan melihat sebuah tenda yang terbuat dari brokat Bizantium, diikat dengan tali sutra dan di pancang dengan tiang emas di atas tanah. Hasan berdiri di jejauhan.

Tak berapa lama kemudian muncul lah sepasukan tentara perkasa dengan perlengkapan perang yng sempurna. Mereka lalu mengelilingi tenda itu, meggumamkan beberapa patah kata kemudian pergi. Setelah itu muncul para filosof dan cerdik pandai yang hampir empat ratus orang jumlahnya. Mereka mengelilingi tenda itu, menggumamkan beberpa patah kata kemudian berlalu dari tempat itu. Datang lagi tigaratus orang-rang tua yang arif bijak sana dan berjanggut putih, mereka menghampiri dan mengelilingi tenda itu, lalu menggumamkan beberapa patah kata, kemudian berlalu, Akhirnya datang pula lebih dari dua ratus perawan cantik masing-masing mengusung nampan penuh dengan emas, perak dan batu permata, mereka mengelilingi tenda itu dan menggumamkan beberapa patah kata kemudian pergi meninggalkannya. Hasan mengissahkan betapa ia sangat heran menyaksikan kejadian-kejadian itu dan bertanya kepada dirinya sendiri. Apakah artinya semuanya itu?

“Ketika kami meninggalkan tempat itu”, Hasan meneruskan kisahnya, “Aku bertanya kepada si perdana menteri, Si perdana menteri menjawab bahwa dahulu Kaisar mempunyai seorang putera yang tampan, menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dan tak terkalahkan di dalam arena kegagah perkasaan. Kaisra sangat sayang kepada puteranya itu. Tanpa terduga-duga, si pemuda jatuh sakit. Semua tabib paling ahli sekalipun tidak mampu menyembuhkan penyakitnya. Akhirnya si pemuda putera mahkota itu meninggal dan dikuburkan di bawah naungan tenda tersebut. Setiap tahun orang-orang datang berziarah ke kuburannya”.

Sepasukan tentara yang mula-mula mengelilingi tenda tersebut berkata : “Wahai putera mahkota, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini terjadi di medan pertempuran, kami semua akan mengorbankan jiwa raga kami untuk menyelamatkanmu. Tetapi malapetaka yang menimmpamu ini datang dari Dia yang tak sanggup kami perangi dan tak dapat kami tantang”. Setelah berucap seperti itu merekapun berlalu dari tempat itu.

Kemudian tiba lah giliran para filosof dan cerdik pandai. Mereka berkata : Malapetaka yag menimpa dirimu ini datang dari Dia yang tidak dapat kami lawan dengan ilmu pengetahuan. Filsafat dan tipu muslihat. Karena semua filosof di atas bumi ini tidak berdaya menghadapi-Nya dan semua cerdik pandai hanya orang-orang dungu di hadapan-Nya. Jika tidak demikian halnya, kami telah berusaha dengan mengajukan dalih-dalih yang tak dapat di pantah oleh siapa pun di alam semesta ini:. Setelah berucap demikian para filosof dan cerdik pandapi itu pun berlalu dari tempat tersebut.

Selanjutnya orang-orang tua yang mulia tampil seraya berkata : “Wahai putera mahkota, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini dapat dicegah oleh campur tangan orang-orang tua, niscaya kami telah mencegahnya dengan do’a do’a kami yang rendah hati ini, dan pastilah kami tidak akan meninggalkan engkau seorang diri di tempat ini. Tetapi malapetaka yang ditimpakan kepadamu datang dari Dia yang  sedikit pun tak dapat dicegah oleh campurtangan manusia-manusia yang lemah”. Setelah kata-kata ini mereka ucapkan merekapun berlalu.

Kemudian dara-dara cantik dengan nampan-nampan berisi emas dan batu permata datang menghampiri, mengelilingi tenda itu dan berkata : “Wahai putera Kaisar, seandainya malapetaka yang menimpa dirimu ini bisa ditebus dengan kekayaan dan kecantikan, niscaya kami merelekan diri dan harta kekayaan kami yang banyak ini untuk menebusmmu dan tidak kami tinggalkan engkau di tempat ini. Namun mala petaka  ini ditimpakan oleh Dia yang tak dapat dipengaruhi oleh harta kekayaan dan kecantikan.” Setelah berkata-kata ini mereka ucapkan, merekapun meninggalkan tempat itu.

Terakhir sekali Kaisar beserta perdana menteri tampil, masuk ke dalam tenda dan berkata : “Wahai biji mata dan pelita hati ayahanda! Wahai buah hati ayahanda! Apakah yang dapat dilakukan oleh ayahanda ini? Ayah handa telah mendatangkan sepasukan tentara yang perkasa, para filosof dan cerdik pandai, para pawang dan penasehat, dan dara-dara cantik yang jelita, harta benda dan segala macam barang-barang berharga. Dan ayahanda sendiri pun telah datang. Jika semua ini ada faedahnya, maka ayahanda pasti melakukan segala sesuatu yang dapat ayahanda lakukan. Tetapi malapetaka ini telah ditimpakan kepadamu oleh Dia yang tidak dapat dilawan oleh ayahanda beserta segala aparat, pasukan, pengawall,  harta benda dan barang-barang berharga ini. Semoga engkau mendapat kesejahteraan, selamat tinggal sampai tahun yang akan datang.” Kata-kata ini diucapkan sang Kaisar kemudian ia berlalu dari tempat itu.

Pengisahan si menteri ini sangat menggugah hati Hasan. Ia tidak dapat melawan dorongan hatinya. Dengan segera ia bersiap-siap untuk kembali ke negerinya. Sesampainya di kota Bashrah ia bersumpah tidak akan tertawa lagi di  atas dunia ini sebelum mengetahui dengan pasti bagaimana nasib yang akan dihadapinya nanti. Ia melakukan segala macam kebaktian dan disiplin diri yang tak dapat ditandingi oleh siapa pun pada masa hidupnya.
 

HASAN DARI BASHRAH DAN ABU ’AMR

Pada suatu  hari, ketika Abu ‘Amr, seorang ahli tafsir terkemuka sedang mengajarkan Al-Quran, tak disangka-sangka datanglah seorang pemuda tampan ikut mendengarkan pembahasanya. Abu ‘Amr terpesona memandang sang pemuda dan secara mendadak lupalah ia akan setiap kata  dan huruf dalam Al Quran. Ia sangat menyesal dan gelisah karena perbuatannya itu. Dalam keadaan seperti ini pegilah ia mengunjungi Hasan dari Bashrah untuk mengadukan kemasygulan hatinya itu.

“Guru.” Abu ‘Amr berkata sambil menangis dengan sedih, “Begitulah kejadiannya. Setiap kata dan huruf Al-Quran telah hilang dari ingatanku.”

Hasan begitu terharu mendengar keadaan Abu ‘Amr.

“Sekarang ini adalah musim haji.” Hasan berkata kepadanya. “Pergilah ke Tanah Suci dan tunaikan ibadah haji. Sesudah ituu pegilah ke  Masjid Khaif. Di sana engkau akan bertemu denga seorang tua. Jangan engkau langsung menegusnya tetapi tunggulah sampai keasyikannya beribadah selesai. Setelah itu berulah engkau mohonkan agar ia mau berdoa untukmu.”

Abu ‘Amr menuruti petuah Hasan. Di pojok ruangan masjid Khaif, Abu ‘Amr melihat seorang tua yang patutu dimuliakan dan beberapa orang yang duduk mengelilingi dirinya. Beberapa saat kemudian masuklah seorang lelaki yang berpakaian putih bersih. Orang-orang itu memberi jalan kepadanya. Mengucapkan salam dan setelah itu mereka pun berbincang-bincang dengan dia. Ketika waktu shalat telah tiba, lelaki tersebut minta diri untuk meninggalkan tempat itu. Tidak berapa lama kemudian yang lain-lainnya pun pergi ula, sehingga yang tinggal di tempat itu hanyalah si orang tua tadi.

Abu ‘Amr menghampirinya dan mengucapkan salam.

“Dengan Nama Allah, tolonglah diriku ini,” Abu ‘Amr berkata sambil menangis. Kemudian menerangkan dukacita yang menimpa dirinya. Si orang tua sangat prihatin mendengar penuturan Abu ‘Amr tersebut, lalu menegadahkan kepala dan berdoa. “Belum lagi ia merendahkan kepalanya,” Abu ‘Amr mengisahkan, “Semua kata dan huruf Al Quran telah dapat ku ingat kembali. Aku bersujud di depannya karena begitu syukurnya.”

Siapa yang telah menyuruhmu untuk menghadap kepada ku?” Kata orang tua itu bertanya kepada Abu ‘Amr.

“Hasan dari Bashrah,” Jawab Abu ‘Amar.

“Jika seseorang telah mempunyai imam seperti Hasan.” Lelaki tua tersebut berkomentar,’ mengapa ia memerlukan imam yang lain? Tapi baiklah, Hasan telah menunjukan siapa diriku ini dan kini akan ku tunjukan siapakah dia sebenarnya. Ia telah membuka selubung diriku dan kini ku buka pula selubung dirinya,” Kemudian orang tua itu meneruskan, “Lelaki yang berjubah putih tadi, yang datang ke sini setelah waktu shalat ‘Ashar, dan yang terlebih dahulu meninggalkan tempat ini serta dihormati orang-orang lain tadi, ia adalah Hasan. Setiap hari setelah melakukan Shalat  ‘Ashar di Bashrah ia berkunjung ke sini, berbincang-bincang bersamaku, dan kembali lagi ke Bashrah untuk shalat Maghrib di sana. Jika seseorang telah mempunyai imam seperti Hasan, mengapa ia masih merasa perlu memohonkan doa dari diriku ini?”

 
HASAN DARI BASHRAH DAN PENYEMBAH API

Hasan mempunyai tetangga yang bernama Simeon, seorang penyembah api. Suatu hari Simeon jatuh sakit dan ajalnya hampir tiba. Sahabat-sahabat meminta agar Hasan sudi mengunjunginya,. Akhirnya Hasan pun pergi mendapatkan Simeon yang terbaring di atas tempat tidur dan badannya telah kelam karena api dan asap.

“Takutlah kepada Allah,” Hasan menaseharkan, “Engkau telah menyia-nyiakan seluruh usiamu di tengah-tengah api dan asap.”

“Ada tiga hal yang telah mencegahku untuk menjadi seorang Muslim,” jawab Simeon penyembah api. “Yang pertama adalah kenyataan bahwa walaupun kalian membenci keduniawian, tapi siang dan malam kalian mengejar harta kekayaan. Yang kedua, kalian mengatakan bahwa mati adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi, namun kalian tidak bersiap-siap untuk menghadapinya. Yang ketiga, kalian mengatakan bahwa wajah Allah akan terlihat, namun hingga saat ini kalian melakukan segala sesuatu yang tidak di ridhai-Nya.”

Inilah ucapan dari manusia-manusia yang sungguh-sungguh mengetahui,” jawab Hasan. “Jika orang-orang Muslim berbuat seperti yang engkau katakan, apa pulakah yang hendak engkau katakan? Mereka mengakui keesaan Allah sedang engkau menyembah api selama tujuh puluh tahun, dan aku tak pernah berbuat seperti itu. Jika kita sama-sama terseret ke dalam neraka, api neraka akan membakar dirimu dan diriku, tetapi jika diizinkan Allah, api tidak akan berani menghanguskan sehelai rambut pun pada tubuhku. Hal ini adalah karena api diciptakan Allah dan segala ciptaan-Nya tunduk kepada perintah-Nya. Walau pun engkau menyembah api selama tujuh puluh tahun, marilah kita bersama-sama menaruh tangan kita ke dalam api agar engkau dapat menyaksikan sendiri betapa api itu sesungguhnya tak berdaya dan betapa Allah itu Maha Kuasa.”

Setelah berkata demikian Hasan memasukan tangannya ke dalam api. Namun sedikitpun ia tidak cedera atau terbakar. Menyaksikan hal ini Simeon terheran-heran. Fajar pengetahuan terlihat olehnya.

“Selama tujuh puluh tahun aku telah menyembah api,” mengeluh Simeon, “kini hanya dengan satu atau dua helaan nafas saja yang tersisa, apakah yang harus ku lakukan?”

“Jadilah seorang Muslim,” jawab Hasan.

“Jika engkau memberiku sebuah jaminan tertulis bahwa Allah tidak akan menghukum diriku,” kata Simeon, “Barulah aku menjadi Muslim. Tanpa jaminan itu aku tidak sudi memeluk agama Islam.”

Hasan segera membuat surat jaminan.

“Kini susullah orang-orang yang jujur di kota Bashrah untuk memberikan kesaksian mereka di atas surat jaminan tersebut. Simeon mencucurkan air mata dan menyatakan dirinya sebagai seorang Muslim. Kepada Hasan ia sampaikan wasiatnya yang terakhir, “Setelah aku mati, mandikanlah aku dengan tanganmu sendiri, kuburkanlah aku dan selipkan surat jaminan ini di tanganku. Surat ini akan menjadi bukti bahwa aku adalah seorang Muslim.”

Setelah berwasiat demikian ia mengucap dua kalimah syahadat dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Mereka memandikan mayat Simeon, menshalatkannya dan menguburkannya dengan sebuah surat jaminan di tangannya. Malam harinya Hasan pergi tidur sambil merenungi apa yang telah dilakukannya itu. “Bagaimana aku dapat menolong seseorang yang sedang tenggelam sedang aku sendiri dalam keadaan yang serupa. Aku sendiri tidak dapat menentukan nasibku, tetapi mengapa aku berani mematikan apa yang akan dilakukan oleh Allah?”

Dengan pikiran-pikiran seperti ini Hasan terlena. Ia bermimpi bertemu dengan Simeon, wajah Simeon cerah dan bercahaya seperti sebuah pelita; di kepalanya terlihat sebuah mahkota. Ia mengenakan sebuah jubah yang indah dan sedang berjalan-jalan di taman surga.

“Bagaimana keadaanmu Simeon?” tanya Hasan kepadanya.

“Mengapakah engkau bertanya padahal engkau menyaksikan sendiri?” jawab Simeon. “Allah Yang Maha Besar dengan segala kemurahan-Nya telah menghampirkan diriku kepada-Nya dan telah memperlihatkan wajah-Nya kepadaku. Karunia yag dilimpahkan-Nya kepdaku melebihi segala kata-kata. Engkau telah memberiku sebuah surat jaminan, terimalah kembali surat jaminan ini karena aku tidak membutuhkannya lagi.”

Ketika Hasan terbangun, ia mendapatkan surat jaminan itu telah berada di tangannya. “Ya Allah,” Hasan berseru, “aku menyadari bahwa segala sesuatu yng Engkau lakukan adalah tanpa sebab kecuali karena kemurahan-Mu semata. Siapa yang akan tersesat di pintu-Mu? Engkau telah mengizinkan seseorang yang telah menyembah api tujuh puluh tahun lamanya untuk menghmapiri-Mu, semata-mata karena sebuah ucapan. Betapakah Engkau akkan menolak seseorang yang telah beriman selama tujuh puluh tahun?”

Friday, October 19, 2018

KEZUHUDAN ABU BAKAR AS SIDDIQ R.A BAHAGIAN

Dikeluarkan oleh al Bazar dari Zaid bin Arqam r.a. katanya: Ketika kami bersama dengan Abu Bakar r.a. ia meminta air, lalu air itu dan madu dihidangkan untuknya. Ketika ia memegang air dan madu itu dengan tangannya, ia pun menangis sehingga kami mengira sesuatu telah terjadi kepadanya. Setelah ia selesai menangis, kami pun bertanya kepadanya, “Apakah yang menyebabkan engkau menangis, ya khalifah Rasulullah?”

Ia menjawab “Ketika aku bersama-sama dengan Rasulullah saw., aku melihat baginda saw. menghalau sesuatu tetapi aku tidak dapat melihat benda yang dihalau olehnya. Maka aku pun berkata, “Ya Rasulullah, Apa yang engkau halau sedangkan aku tidak dapat melihatnya?” Baginda saw. pun bersabda, ‘Dunia mengulurkan tangannya kepadaku, lalu aku berkata kepadanya supaya meninggalkan aku. Maka dunia berkata kepadaku, ‘Bukankah Engkau mau memegangku lama-lama.’”

Abu Bakar r.a. berkata, “Aku merasa takut dengan penjelasan baginda saw. itu sekiranya aku telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Rasulullah saw., sekiranya dunia telah dapat menguasaiku.”

Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim di dalam kitab al Hilyah dari Zaid bin Arqam bahwa Abu Bakar r.a. meminta air, lalu di bawahkan kepadanya air dan madu di dalam satu wadah. Ketika ia mengangkat air hampir ke mulutnya, ia menangis. Tangisannya menyebabkan orang-orang yang berada di sekililingnya turut menangis. Kemudian ia terdiam dan berhenti menangis. Tetapi orang-orang di sekililingnya  masih menangis. Kemudian ia menangis lagi sehingga mereka mengira bahwa mereka tidak dapat menanyakan masalahnya. Kemudian ia menyapu mukanya dan berhenti menangis dan kembali seperti biasa, mereka berkata, “Apakah yang menyebabkan engkau menangis?”

Maka dinyatakan hadits lebih kurang seperti di atas dengan tambahan:  Setelah menghalau dunia itu, dunia berkata, “Walaupun kamu telah berhasil keluar dari perangkapku tetapi orang-orang selepasmu tidak akan bebas dari godaanku.”

Begitulah yang diriwayatkan oleh al Hakim dan al Baihaqi, sebagaimana dalam al Kanz.

Dikeluarkan oleh Ahmad di dalam kitab az Zuhd dari ‘Aisyah r.ha. katanya: Ketika Abu Bakar r.a. meninggal dunia, ia tidak meninggalkan satu dinar atau satu dirham pun. Sebelum kematiannya, ia telah mengambil semua hartanya dan memberikannya kepada Baitul Mal.”
Dalam riwayat Ahmad juga dalam kitab az Zuhd dari Urwah bahwa sesungguhnya setelah Abu Bakar r.a. dilantik menjadi Khalifah, ia menyimpan semua hartanya di dalam Baitul Mal kaum muslimin. Maka tidak tinggal satu dirham atau satu dinar pun, melainkan semuanya telah disimpan olehnya di Baitul Mal. Ia berkata, “Aku telah menjalankan perniagaan danaku telah mencari harta itu. Ketika aku dilantik sebagai khalifah, jabatan itu telah menjadikan aku sibuk. Maka aku tidak dapat menjalankan perniagaan dan berusaha mencari rejeki dengannya.” (al Kanz)

Dalam riwayat Ibnu Sa’ad dari Atha bin ash Shaib katanya: Takkala Abu Bakar r.a. diba’iat, keesokkan harinyaia pergi ke pasar. Ia menyandang di atas bahunya bungkusan kain-kain untuk dijual.

Di pertengahan jalan, ia bertemu Umar r.a. lalu Umar r.a. berkata kepadanya, “Hendak ke manakah engkau?”

Umar r.a. bertanya lagi, “Apakah yang engkau lakukan? Bukankah engkau telah dilantik untuk mengurus keperluan kaum muslimin?”

Sebaliknya Abu Bakar r.a. bertanya kepada Umar r.a., “Karena itulah, bagaimanakah aku akan memberi makan ahli keluargaku?”

Umar r.a. pun berkata, “Pergilah, Abu Ubaidah akan menetapkan sejumlah tunjangan untukmu yang diambil dari harta Baitul Mal.”

Kemudian mereka berdua pergi menemui Abu Ubaidah r.a. dan Abu Ubaidah r.a. berkata, “Aku akan menentukan bagi engkau tunjangan dalam jumlah yang biasa diberikan kepada seorang lelaki dari kalangan muhajirin, tidak lebih dan tidak kurang, beserta pakaian musim dingin dan panas. Jika pakaian itu lusuh, engkau boleh mengembalikannya dan mendapat ganti yang baru.”

Kemudian Abu Bakar r.a. diberi setengah ekor kambing setiap hari dan kain untuk mengikat kepala dan perut.”

Dalam riwayat Ibnu Sa’ad juga, dari Hamid bin Hilal katanya: Ketika Abu Bakar r.a. dilantik sebagai khalifah, sahabat-sahabat Rasulullah saw. menetapkan untuknya tunjangan dalam jumlah yang mencukupi untuknya. Mereka berkata, “Ya. Dua helai kain selimut yang apabila telah lusuh, kain itu boleh dikembalikan dengan mendapat ganti yang baru dan binatang tunggangan yang boleh digunakan dalam suatu perjalanan. Begitu juga nafkah anak-anaknya dalam jumlah yang biasa diberikannya kepada mereka sebelum ia dilantik menjadi khalifah.”

Abu Bakar r.a. berkata, “Aku ridha dengan semua ini.” (al Kanz)

Abdurraman bin Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu bercerita kepada kami,” pada suatu ketika, saat Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wa sallam usai melaksanakan shalat subuh, tiba-tiba beliau mengarahkan pandangannya ke arah para sahabatnya seraya mengatakan,” Adakah di antara kalian yang hari ini ia berpuasa?”

Umar bin Khottob radhiyallahu ‘anhu menjawab,” Wahai Rasulullah aku tidak berniat untuk berpuasa pada hari ini, sehingga di pagi ini aku tidak berpuasa.”
Lalu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata,” Aku berpuasa wahai Rasulullah, sebab sejak semalam aku telah berniat puasa, sehingga di pagi ini aku pun berpuasa.”

Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Adakah salah satu dari kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?”

Umar menjawab,” Wahai Rasulullah, usai menjalankan shalat tentunya kami masih berada di sini, lantas bagaimana kami bisa menjenguk orang sakit?”

Abu Bakar berkata,” Telah sampai kabar kepadaku bahwa saudaraku Abdurrahman bin Auf sedang mengeluhkan sakit yang dialaminya, sehingga dalam perjalananku menuju masjid ini aku telah menyempatkan diri menjenguknya.”

Lalu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Adakah salah satu dari kalian yang hari ini ia bershodaqoh?”

Umar menjawab,” Wahai Rasulullah, usai menjalankan shalat tentunya kami masih berada di sini.”

Abu Bakar berkata,” Saat aku memasuki masjid, aku melihat seorang pengemis minta-minta, ketika itu aku mendapati sepotong roti gandum tengah berada di genggaman tangan Abdurrahman(salah seorang putranya), lalu aku pun memintanya untuk aku berikan kepada pengemis itu.”

Maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Bergembiralah engkau(wahai Abu Bakar) dengan syurga.”

Lantas Umar menghela nafas dengan seraya berkata,” Oh...oh...betapa indahnya syurga.”

Selanjutnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan perkataan yang membuat umar merasa lega, sebab umar menyadari bahwa segala kebaikan-kebaikan telah didahului seluruhnya oleh Abu Bakar.

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Rasulullah kemudian bersabda,” Semoga Allah menyayangi Umar, semoga Allah menyayangi Umar, sebab segala kebaikan yang diinginkannya telah didahului seluruhnya oleh Abu Bakar.”(H.R. At-Thobroni)

Suatu ketika Rasulullah memerintahkan kepada para shahabat untuk bershodaqoh. Pada saat itu pula Umar bergumam,” Aku berharap hari ini aku bisa menandingi amalan Abu Bakar dengan menginfakkan setengah dari hartaku.”

Akan tetapi, ternyata Abu Bakar datang kepada Rasulullah dengan membawa seluruh harta yang beliau miliki untuk dishodaqohkan, sehingga Rasulullah bertanya kepadanya,” Wahai Abu Bakar, tidakkah engkau sisakan hartamu untuk keluargamu?”

Abu Bakar menjawab,” Untuk mereka, aku sisakan Allah dan Rasul-Nya.”Maka Umar berkata,” aku selamanya tidak akan mampu mengalahkanmu dalam hal kebaikan.” Dalam riwayat lain,” aku selamanya tidak akan bisa mendahuluinya sedikitpun.”(H.R. Abu Daud)


Sejak sebelum masuk islam, Abu Bakar sudah dikenal sebagai orang yang rendah hati dan tidak menyombongkan diri, tidak rakus terhadap harta dunia. Begitu pula setelah masuk islam, ia tidak pernah menampakkan perilaku takabbur dalam segala bentuknya, bahkan saat beliau menjadi kholifah sekalipun. Beliau adalah sosok yang sangat menghawatirkan sisi agamanya, serta sangat berhati-hati sekali agar tidak jatuh pada kesombongan.

Suatu ketika Abu Bakar mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Barangsiapa yang memanjangkan bajunya dengan kesombongan, maka Allah tidak berkenan memandangnya di hari Kiamat kelak.”(mutafaqqun ‘alaih dan yang lainya)

Lalu Abu Bakar berkata,” Wahai Rasulullah, salah satu sisi pakaianku ini menjulur ke bawah, sehingga aku harus memeganginya agar tidak menjulur.”

Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,” Sungguh engkau tidak termasuk orang yang berperilaku sombong.”

Kerendahan hati Abu Bakar yang lain yaitu, beliau sangat perhatian terhadap tetangga beliau. Anisah radhiyallahu ‘anha mengatakan,” Abu Bakar tinggal di sekitar tempat tinggal kami selama 3 tahun lamanya. 2 tahun sebelum menjabat khalifah dan 1 tahun setelah menjabat khalifah. Saat itu para tetangga  di sekitar tempat tinggalnya seringkali datang kepada Abu Bakar dengan membawa kambing-kambingnya, sehingga Abu Bakar pun memerahkan susu dari kambing-kambing itu untuk mereka.”(Isnadnya shohih, diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad)

Sungguh ini adalah contoh dari kerendahan hati dan bentuk khidmat dari seorang pemimpin yang belum pernah ada bandingannya kapan pun.!

Thursday, October 18, 2018

BAYI MENJADI SAKSI JURAIJ AHLI IBADAH

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahawa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Juraij adalah seorang laki-laki yang rajin beribadah. 

Dia membangunkan tempat peribadahan dan sentiasa beribadah di tempat itu. Ketika sedang melaksanakan solat sunat, tiba-tiba ibunya datang dan memanggilnya: “Hai Juraij!” Juraij bertanya dalam hati: “Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan, melanjutkan solatku atau memenuhi panggilan ibuku?” Akhirnya dia pun meneruskan solatnya itu hingga ibunya merasa kecewa dan beranjak darinya. 


Keesokan harinya, ibunya datang lagi kepadanya sedangkan Juraij sedang melakukan solat sunat. Kemudian ibunya memanggilnya: “Hai Juraij!” Kata Juraij dalam hati: “Ya Allah, manakah yang lebih aku utamakan, memenuhi seruan ibuku atau solatku?” Lalu Juraij tetap meneruskan solatnya hingga ibunya merasa kecewa dan beranjak darinya. 


Hari berikutnya, ibunya datang lagi ketika Juraij sedang melaksanakan solat sunat. Seperti biasa ibunya memanggil: “Hai Juraij!” Kata Juraij dalam hati: “Ya Allah, manakah yang harus aku utamakan, meneruskan solatku atau memenuhi seruan ibuku?” Namun Juraij tetap meneruskan solatnya dan mengabaikan seruan ibunya. Tentunya hal ini membuatkan hati ibunya kecewa. Hingga tak lama kemudian ibunya pun berdoa kepada Allah: “Ya Allah, janganlah Engkau matikan dia sebelum dia mendapat fitnah dari perempuan pelacur!” 


Kaum Bani Israil selalu memperbincangkan mengenai Juraij dan ibadahnya, hingga ada seorang wanita pelacur yang cantik berkata: “Jika kalian menginginkan populariti Juraij hancur di mata masyarakat, maka aku dapat memfitnahnya demi kalian.” 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun meneruskan sabdanya: “Maka mulalah pelacur itu menggoda dan memujuk Juraij, tetapi Juraij tidak mudah terpedaya dengan godaan pelacur tersebut. Kemudian pelacur itu pergi mendatangi seorang penggembala ternak yang kebetulan sering berteduh di tempat peribadahan Juraij. Ternyata wanita tersebut berhasil memperdayainya hingga laki-laki penggembala itu melakukan penzinaan dengannya hingga akhirnya hamil. 

Setelah melahirkan, wanita pelacur itu berkata kepada masyarakat sekitarnya bahawa: “Bayi ini adalah hasil perbuatan aku dengan Juraij.” Mendengar pengakuan wanita itu, masyarakat pun menjadi marah dan benci kepada Juraij. Kemudian mereka mendatangi rumah peribadatan Juraij lalu menghancurkannya. Selain itu, mereka pun bersama-sama menghakimi Juraij tanpa bertanya terlebih dahulu kepadanya. 


Lalu Juraij bertanya kepada mereka: “Mengapa kalian lakukan hal ini kepadaku?” Mereka menjawab: “Kami lakukan hal ini kepadamu kerana kamu telah berbuat zina dengan pelacur ini hingga dia melahirkan bayi dari hasil perbuatanmu.” Juraij berseru: “Dimanakah bayi itu?” Kemudian mereka membawakan bayi hasil perbuatan zina itu dan Juraij menyentuh perut bayi tersebut dengan jari tangannya seraya bertanya: “Hai bayi kecil, siapakah sebenarnya ayahmu itu?” Ajaibnya, bayi terus menjawab: “Ayah saya adalah si fulan, seorang penggembala.” 


Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Akhirnya mereka menaruh hormat kepada Juraij. Mereka menciumnya dan mengharap berkat darinya. Setelah itu mereka pun berkata: “Kami akan membangun kembali tempat ibadahmu ini dengan bahan yang terbuat dari emas.” Namun Juraij menolak dan berkata: “Tidak perlu, tetapi kembalikan saja rumah ibadah seperti semula yang terbuat dari tanah liat.” Akhirnya mereka pun mulai melaksanakan pembangunan rumah ibadah itu seperti semula.” (Sahih Bukhari, Sahih Muslim,  Musnad Ahmad)

MABUK CINTA KEPADA ALLAH

Dikisahkan dalam sebuah kitab karangan Imam Al-Ghazali bahwa pada suatu hari Nabi Isa a.s berjalan di hadapan seorang pemuda yang sedang menyiram air di kebun.

Bila pemuda yang sedang menyiram air itu melihat kepada Nabi Isa a.s berada di hadapannya maka dia pun berkata, “Wahai Nabi Isa a.s, kamu mintalah dari Tuhanmu agar Dia memberi kepadaku seberat semut Jarrah cintaku kepada-Nya.”

Berkata Nabi Isa a.s, “Wahai saudaraku, kamu tidak akan terdaya untuk seberat Jarrah itu.”

Berkata pemuda itu lagi, “Wahai Isa a.s, kalau aku tidak terdaya untuk satu Jarrah, maka kamu mintalah untukku setengah berat Jarrah.”
Oleh kerana keinginan pemuda itu untuk mendapatkan kecintaannya kepada Allah, maka Nabi Isa a.s pun berdoa,

“Ya Tuhanku, berikanlah dia setengah berat Jarrah cintanya kepada-Mu.” Setelah Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun berlalu dari situ.

Selang beberapa lama Nabi Isa a.s datang lagi ke tempat pemuda yang memintanya berdoa, tetapi Nabi Isa a.s tidak dapat berjumpa dengan pemuda itu. Maka Nabi Isa a.s pun bertanya kepada orang yang lalu-lalang di tempat tersebut, dan berkata kepada salah seorang yang berada di situ bahwa pemuda itu telah gila dan kini berada di atas gunung.

Setelah Nabi Isa a.s mendengat penjelasan orang-orang itu maka beliau pun berdoa kepada Allah S.W.T, “Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku tentang pemuda itu.” Selesai saja Nabi Isa a.s berdoa maka beliau pun dapat melihat pemuda itu yang berada di antara gunung-ganang dan sedang duduk di atas sebuah batu besar, matanya memandang ke langit.

Nabi Isa a.s pun menghampiri pemuda itu dengan memberi salam, tetapi pemuda itu tidak menjawab salam Nabi Isa a.s, lalu Nabi Isa berkata, “Aku ini Isa a.s.” Kemudian Allah S.W.T menurunkan wahyu yang berbunyi,

“Wahai Isa, bagaimana dia dapat mendengar perbicaraan manusia, sebab dalam hatinya itu terdapat kadar setengah berat Jarrah cintanya kepada-Ku. Demi Keagungan dan Keluhuran-Ku, kalau engkau memotongnya dengan gergaji sekalipun tentu dia tidak mengetahuinya.”

Barangsiapa yang mengakui tiga perkara tetapi tidak menyucikan diri dari tiga perkara yang lain maka dia adalah orang yang tertipu.
1. Orang yang mengaku kemanisan berzikir kepada Allah,tetapi dia mencintai dunia.
2. Orang yang mengaku cinta ikhlas di dalam beramal, tetapi  dia inginmendapat sanjungan dari manusia.
3. Orang yang mengaku cinta kepada Tuhan yang menciptakannya, tetapi tidak berani merendahkan dirinya.

Rasulullah S.A.W telah bersabda, “Akan datang waktunya umatku akan mencintai lima lupa kepada yang lima :
1. Mereka cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.
2. Mereka cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.
3. Mereka cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq(Pencipta-Nya).
4. Mereka cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.
5. Mereka cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur.

Moga ia menjadi pengajaran dan peringatan buat kita semua.
Sama-sama kita bermuhasabah dan memperbaiki diri.

UWAIS AL-QORNI

KISAH WALI ALLAH YANG SHOLAT DI ATAS
Ini kisah yang turun temurun diceritakan tentang karomah wali Allah yang bisa berjalan di atas air dan mengangkat kapal yang tenggelam.

Sebuah kapal yang sarat dengan muatan dan bersama 200 orang temasuk ahli perniagaan siap mengarungi samudera, meninggalkan pelabuhan di Mesir.

Saat kapal itu berada di tengah lautan tiba-tiba saja datanglah petir yang diiringi ombak yang kuat membuat kapal itu terombang-ambing dan hampir tenggelam. Berbagai usaha dibuat untuk menghindari kapal tenggelam. Tapi  semua usaha mereka sia-sia saja.

Semua orang yang berada di atas kapal itu sangat cemas dan menunggu apa yang akan terjadi pada kapal dan diri mereka. Ketika semua orang berada dalam keadaan cemas, terdapat seorang lelaki yang sedikitpun tak merasa cemas. Dia kelihatan tenang sambil berzikir kepada Allah SWT. Kemudian lelaki itu turun dari kapal yang sedang terumbangambing dan berjalanlah dia di atas air dan mengerjakan sholat di atas air.

Beberapa anak kapal yang melihat perilaku lelaki yang berjalan di atas air itu langsung saja berkata, “Wahai wali Allah, tolonglah kami. Janganlah tinggalkan kami!” Lelaki itu tidak memandang ke arah orang yang memanggilnya. Awak kapal itu memanggil lagi, “Wahai wali Allah, tolonglah kami. Jangan tinggalkan kami!”

Kemudian lelaki itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya dengan berkata, “Ada masalah apa?” Seolah-olah lelaki itu tidak mengetahui apa-apa. Anak kapal itu berkata, “Wahai wali Allah, tidakkah kamu hendak mengambil berat tentang kapal yang hampir tenggelam ini? “Wali itu berkata, “Dekatkan dirimu kepada Allah.” Para penumpang itu berkata, “Apa yang mesti kami buat?” Wali Allah itu berkata, “Tinggalkan semua hartamu, jiwamu akan selamat.” Kesemua mereka sanggup meninggalkan harta mereka. Asalkan jiwa mereka selamat. Kemudian mereka berkata, “Wahai wali Allah, kami akan membuang semua harta kami asalkan jiwa kami semua selamat.” Wali Allah itu berkata lagi, “Turunlah kamu semua ke atas air dengan membaca Bismillah.”

Dengan membaca Bismillah, maka turunlah seorang demi seorang ke atas air dan berjalan menghampiri wali Allah yang sedang duduk di atas air sambil berdzikir. Tidak berapa lama kemudian, kapal yang mengandung muatan beratus ribu ringgit itu pun tenggelam ke dasar laut. Habislah semua barang-barang perniagaan yang mahal-mahal terbenam ke laut. Para penumpang tidak tahu apa yang hendak dibuat, mereka berdiri di atas air sambil melihat kapal yang tenggelam itu.

Salah seorang dari anak kapal  berkata lagi, “Siapakah kamu wahai wali Allah?” Wali Allah itu berkata, “Saya adalah Awais Al-Qarni.” rkata lagi, “Wahai wali Allah, sesungguhnya di dalam kapal yang tenggelam itu terdapat harta fakir-miskin Madinah yang dihantar oleh seorang jutawan Mesir.” WaliAllah berkata, “Sekiranya Allah kembalikan semua harta kamu, adakah kamu betul-betul akan membahagikannya kepada orang-orang miskin di Madinah?” Peniaga itu berkata, “Betul, saya tidak akan menipu, ya wali Allah.”

Setelah wali itu mendengar pengakuan dari peniaga itu, maka dia pun mengerjakan sholat dua rakaat di atas air, kemudian dia memohon kepada Allah swt agar kapal itu ditimbulkan semula bersama-sama hartanya.Tidak berapa lama kemudian, kapal itu timbul sedikit demi sedikit sehingga terapung di atas air. Kesemua barang perniagaan dan lain-lain tetap seperti asal. Tiada yang kurang.

Setelah itu dinaikkan kesemua penumpang ke atas kapal itu dan meneruskan pelayaran ke tempat yang dituju. Sesampai di Madinah, awak kapal yang berjanji dengan wali Allah itu langsung menunaikan janjinya dengan membagi-bagikan  harta kepada semua fakir miskin di Madinah sehingga tidak ada seorang pun fakir miskin yang tak kebagian.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah.

SAAT DIMANDIKAN JENAZAHNYA...
Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.

Mereka saling bertanya-tanya : "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya.

Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal di bumi tapi menjadi terkenal di langit.