Friday, September 21, 2018

NABI IBRAHIM DAN NABI ISMAIL ALAIHIS-AS-SALAAM

Nabi Ibrahim Alaihi-as-Salaam
 
Cerita ini dimulai ketika Nabi Ibrahim as yang telah berhijrah meninggalkan Mesir, ia bersama dengan istrinya yang bernama Siti Sarah, dan dayangnya yang bernama Siti Hajar ke Palestina. Ia juga membawa pindah semua binatang ternaknya, dan seluruh harta miliknya yang diperoleh dari hasil usaha perdagangan di Mesir.
 
Al-Bukhari meriwayatkan dari ibunu Abbas ra berkata : Pertama-tama yang menggunakan stegi (setagen) adalah Siti Hajar, ibu Nabi Ismail yang bertujuan untuk menyembunyikan kandungannya dari Siti Sarah yang telah lama menikah dengan Nabi Ibrahim as tetapi belum juga mengandung, tetapi walau bagaimana pun juga akhirnya terbukalah rahasia yang disembunyikan itu dengan lahirnya Nabi Ismail as. Tentunya sewajarnya seorang istri, Siti Sarah merasa telah dikalahkan oleh Siti Hajar sebagi seorang dayang diberikan kepada Nabi Ibrahim as. Mulai saat itu Siti Sarah merasa bahwa suaminya lebih sering dekat kepada Siti Hajar, karena ia senang dengan hadirnya Ismail. Tentu saja ini menjadi penyebab keretakan rumah tangga mereka Nabi Ibrahim as, Siti Sarah hatinya tidak kuat melihat suaminya lebih dekat kepada Siti Hajar, sehingga ia meminta Nabi Ibrahim agar Siti Hajar dijauhkan dan berpindah tempat.
 
Kemudian Allah yang maha esa menurunkan wahyu kepada Ibrahim supaya keinginan istrinya tersebut dipenuhinya. Lalu berangkatlah Nabi Ismail as bersama Siti Hajar dan anaknya yang masih kecil sekali, yaitu Ismail pergi ke tempat yang belum diketahui tujuannya, dan juga mau dititipkan kemana anak dan istrinya tersebut.
 
Nabi Ibrahim bersama anak dan istrinya pergi dengan menaiki unta ke tempat yang belum jelas tujuannya, ia hanya berserah diri kepada Allah, Tuhan yang ia yakini akan menuntunnya kemana arah langkahnya. Unta yang ditunggangi tiga hamba Allah itu terus berjalan sampai akhirnya keluar dari kota, memasuki lautan pasir dan padang yang terbuka. Terik matahari begitu pedih menyengat tubuh dihiasi dengan angin yang kencang dengan debu-debu pasir yang bertebaran.
 
Cerita Nabi Ismail dan Siti Hajar
 
Akhirnya Nabi Ibrahim bersama Ismail dan ibunya tiba di suatu tempat setelah berminggu-minggu dalam perjalanan jauh. Ia tiba dikota suci yang disebut Makkah, yang nantinya ka’bah akan didirikan di kota itu, yang akan menjadi kiblat manusia di seluruh dunia. Unta Nabi Ibrahim berhenti mengakhiri perjalanan di tempat dimana Masjidil Haram dibangun saat ini. Di tempat itulah Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar bersama dengan Ismail putranya.  Mereka ditinggal hanya dibekali dengan serantang bekal makanan dan minuman, sementara itu keadaan di sekitarnya masih belum ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada air yang mengalir, batu dan pasir kering lah yang ada saat itu.
 
 
NABI ISMAIL
 
Siti Hajar begitu cemas dan sedih ketika Nabi Ibrahim akan meninggalkannya seorang diri bersama anaknya yang masih kecil, di tempat yang begitu sunyi senyap, tidak ada orang sama sekali, kecuali hanya pasir dan batu. Seraya merintih dan menangis, ia memegang kuat-kuat baju Nabi Ibrahim as sambil memohon belas kasihannya, meminta agar ia tidak ditinggalkan seorang diri di tempat yang begitu hampa, tdak ada seorang manusia sama sekali, tidak ada binatang, tidak ada pohon dan air mengalir pun juga tidak terlihat di tempat itu. Sementara itu ia masih bertanggung-jawab untuk mengasuh anak kecil yang masih menyusu kepadanya. Mendengar keluh kesah Siti Hajar, tentunya Nabi Ibrahim as merasa tidak tega untuk meninggalkanya ia sendiri bersama putranya yang ia sayangi tersebut di tempat yang sepi. Namun ia juga sadar bahwa apa yang dilakukannya merupakan keinginan dan perintah Allah yang maha pencipta, yang tentunya mengandung hikmah yang belum diketahuinya dan ia sadar bahwa Allah yang maha kuasa akan melindungi putra dan Siti Hajar di tempat sepi tersebut dari kesukaran dan penderitaaan.
 
Nabi Ibrahim as pun berkata kepada Siti Hajar : ”Bertawakallah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang akan melindungi kamu dan menyertai kamu di tempat yang sunyi ini. Sungguh kalau bukan perintah dan wahyu-Nya, tidak sekaipun aku tega meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat aku cintai ini. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah yang Maha kuasa tidak akan menelantarkan kamu berdua tanpa perlindunga-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamnya. In-syaa-Allah”
 
Mendengar rangkaian kata dari Nabi Ibrahim itu, Siti Hajar segera melepaskan genggamannya dari baju Nabi Ibrahim as dan dilepaskannya beliau menunggang untanya untuk kembali ke Palestina dengan iringan air mata yang bercurah membasahi tubuh Nabi Ismail as yang sedang menyusu.
Sementara itu Nabi Ibrahim juga tidak dapat menahan air mata ketika ia turun dari dataran tinggi meningalkan Mekah menuju kembali ke Palestina, tempat dimana istri pertamanya, Siti Sarah dengan punya keduanya yaitu Nabi Ishak as sedang menunggu. Selama dalam perjalanan, Nabi Ibrahim tidak henti-hentinya memohon perlindungan, rahmat dan barokah serta karunia dan rezeki bagi putra dan Siti Hajar yang ditinggalkannya di Mekah yang masih sepi dan asing itu. Doa Nabi Ibrahim kepada Allah SWT sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an sebagai berikut :
 
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”
Sejak Nabi Ibrahim pergi, tinggallah Siti Hajar dan Ismail di tempat yang sunyi dan jauh dari peradapan itu. Ia harus bisa menerima nasib yang oleh Allah telah ditakdirkan kepadanya dengan kesabaran dan keyakinan penuh bahwa Allah akan melingunginya. Sementara itu bekal dan makanan yang dibawah dalam perjalan pada akhirnya habis juga setelah dimakan beberapa hari sejak ditinggal oleh Nabi Ibrahim as. Dimulailah beratnya beban hidup yang harus ditanggungnya sendiri tanpa bantuan suaminya. Ditambah lagi ia masih punya tangggung jawab menyusui Ismail, sedangkan susunya semakin lama semakin mengering karena kekurangan makanan.  Sehingga anaknya pu menangis tak henti hentinya karena tidak bisa menum air susu dengan puas dari Siti Hajar. Ibunya pun menjadi bingung, panis dan cemas mendengar anak yang disayanginya menangis menyayat hati. Siti hajar menoleh ke kanan dan ke kiri, berlaki ke kanan ke sana kesini untuk mencari sesuap makan atau seteguk air yang bisa meringankan kelaparan dan meredakan tangisan anaknya, namun usaha yang dilakukannya tidak membuahkan hasil.
 
Lalu Siti Hajar pergi ke bukti safa, ia berharap bisa mendapatkan sesuatu yang bisa menolongnya, namuan hanya batu dan pasir yang ditemuinya di sana, lalu dari bukit safa itu ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit marwah, kemudian berlarilah ia ke bukti marwah, namun setelah sampai di sana yang dikiranya air ternyata hanya bayangan atau fatamorgana belaka. Lalu ia mendengar seolah-olah ada suara yang memanggilnya dari bukti safa, pergilah ia ke bukit safa, namun setelah sampai di bukit safa ia tidak menjupai apa-apa.
 
 
Cerita Asal usul air zamzam
 
Siti Hajar memiliki keinginan yang kuat untuk tetap hidup bersama putra yang disayanginya, Siti Hajar pun berlari mondari-mandir sebanyak tujuh kali antara bukit safa dan marwah, yang pada akhirnya ia duduk termenung, kepalanya merasa pusing dan hampir saja ia putus asa.
Diriwayatkan bahwa saat itu ibu dari Ismail ini berada alam keadaan yang tidak berdaya dan hampir putus asa kecuali dari rahmat Allah dan pertolongan-Nya datanglah malaikat Jibril kepadanya, lalu malaikat Jibril itu bertanya kepada Siti Hajar : “siapakah sebenarnya engkau ini?” Kemudian Siti Hajar menjawab : “Aku adalah hamba sahaya Ibrahim”. Jibril bertanya lagi :” Kepada siapa engkau dititipkan di sini?”, Siti hajar menjawab : “Hanya kepada Allah.
 
Lalu malaikat Jibril berkata lagi : “Jika demikian, maka engkau telah dititipkan kepada Dzat yang maha pemurah dan maha pengasih, yang akan melindungimu, mencukupkan keperluan hidupmu dan tidak akan menyia-nyiakan kepercayaan ayah puteramu kepada-Nya”.
 
Setelah percakapan itu, diajaklah Siti Hajar pergi ke suatu tempat mengikutinya dimana malaikat Jibril menginjakkan telapak kakinya kuat-kuat di atas tanah dan atas izin Allah segeralah keluar dari bekas telapak kaki itu air yang begitu jernih, Itu merupakan mata air zam-zam yang sampai saat ini dianggap keramat oleh jemaah haji. Mereka rela berdesak-desakan mengelilinginya untuk mendapatkan setitik atau seteguk air. Karena sejarahnya mata air itu dengan nama “Injakan Jibril”.
 
Dalam kesejap air bekas injakan kaki Jibril tersebut melimpah kemana-mana, kemudian malaikat Jibril berkata : “zamzam!”, yang artinya “berkumpullah:. Kemudian air itu berkumpul dan sampai sekarang air itu diberi nama zam-zam. Kemudian malaikat Jibril berkata lagi : “Hai Siti Hajar janganlah engkau takut akan kehausan di sini, karena sesungguhnya Allah menjadikan air ini untuk minuman orang-orang yang ada di dunia ini. Dan air ini akan terus mengalir dan tidak akan berhenti, dan nanti Ibrahim akan kembali juga ke di sini untuk mendirikan ka’bah”
 
Melihat air yang deras itu  Siti Hajar begitu gembira dan lega. Lalu segeralah ia membasahi bibir puteranya dengan air keramat itu dan wajah puteranya pun segera terlihat segar lagi, begitu juga dengan Siti Hajar,  wajahnya terasa segar  dan ia merasa sangat bahagia dengan hadirnya mukzijat dari Allah yang mengembalikan kesegaran hidup kepadanya dan juga kepada putranya setelah sebelumnya dibayang-bayangi oleh kematian karena kelaparan.
 
Dengan dikeluarkannya air zazam itu, datanglah burung-burung mengelilingi daerah yang ada airnya tersebut. Burung-burung kemudian menarik perhatian sekelompok bangsa arab dari suku juhrum yang merantau dan sedang berkemah di sekitar Makkah. Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa dia mana ada terlihat burung di udara, maka di bawahnya juga terdapat air, maka mereka mengutus beberapa orang untuk memeriksa kebenaran teori ini. Para pemeriksa itu kemudian pergi mendatangi tempat dimana Siti Hajar berada, kemudian mereka kembali kepada kaumnya dengan membawa kabar gembira mengenai adanya mata air zamzam dan juga keadaan Siti Hajar bersama puteranya. Sejak itu, segeralah sekelompok suku juhrum itu memindahkan perkemahannya ke tempat sekitar zamzam, tentu saja kedatangan suku juhrum tersebut disambut dengan gembira oleh Siti Hajar karena dengan hadirnya sekolompok suku juhrum itu bisa menghilangkan kesunyian dan kesepian yang selama ini dirasakan oleh Siti Hajar yang hanya hidup berdua dengan Ismail saja.  Siti Hajar bersyukur kepada Allah yang maha pengasih dan penyayang, dengan rahmatnya telah membuka hati orang-orang itu untuk datang meramaikan dan memecah kesunyian.
 
Cerita Nabi Ismail dikorbankan
 
Beberapa waktu kemudian Nabi Ibrahim pergi ke Makkah untuk mengunjungi putranya yaitu Nabi Ismail as di tempat yang dianggapnya masih asing, untuk menghilangkan rasa rindu pada putranya yang sangat disayanginya, dan juga untuk menenangkan hatinya yang selalu risau jika mengingat keadaan puteranya bersama ibunya yang ditinggalkan di tempat yang tandus. Jauh dari masyarakat kota dan pergaulan umum.
 
Ketika Nabi Ismail as mencapai usia remaja, Nabi Ibrahim mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih puteranya, yaitu Nabi Ismail.  Dan mimpi seorang Nabi merupakan salah satu dari cara Allah menurunkan wahyunya kepada Nabi, jadi perintah yang diterimanya dalam mimpi itu harus dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim as. Mengetahui perintah itu, Ibrahim duduk dan termenung memikirkan ujian dari Allah yang begitu berat tersebut. Sebagai seorang ayah yang baru saja dikarunia seorang putera setelah puluhan tahun diharapkan dan didambakan, serta saat ini ia sedang penuh kebahagiaan bersama puteranya yang diharapkan bisa menjadi pewaris dan menyambung kelangsungan keturunannya, tiba tiba harus dijadikan qurban dan harus direnggut oleh tangan ayahnya sendiri.
 
Tapi karena ia merupakan seorang Nabi, yang menjadi pesuruh Allah dan pembawa agama yang seharusnya menjadi contoh dan teladan bagi para pengikutnya dalam beribadah kepada Allah, menjalankan segala pernitah-Nya dan menempatkan cintanya kepada Allah di atas cintanya kepada anak, istri, harta dan benda lain-lain. Tentu ia harus melaksanakan perintah dari Allah yang diwahyukan melalui mimpinya, apapun yang akan terjadi sebagai akibat pelaksanaan perintah itu.
 
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi oleh Nabi Ibrahim as, namun sesuai dengan firman Allah yang bermaksud: “Allah lebih mengetahui dimana dan kepada siap Dia mengamanatkan risalah-Nya”. Lalu Nabi Ibrahim as tidak membuang waktu lagi, berniat tetap akan menyembelih Nabi Ismail as puteranya sebagai qurban sesuai dengan perintah Allah yang telah diterimanya. Dan berangkatlah Nabi Ibrahim as menuju ke Makkah untuk menemui dan menyampaikan kepada puteranya apa yang Allah perintahkan.
 
Nabi Ismail sebagai anak yang soleh yang sangat taat kepada Allah dan bakti kepada orang tuanya, ketika Nabi Ismail as mulai besar Nabi Ibrahim as berkata : “Hai anakku! Aku telah bermimpi, di dalam tidur seolah-olah saya menyembelih kamu, maka bagaimanakah pendapatmu?”
 
Tanpa ragu-ragu dan berfikir panjang Nabi Ismail pun menjawab perkataaan ayahnya :
“Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku insya-Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah. Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu agar ayah mengikatku kuat kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan Ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkan darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku ketika ibuku melihatnya, ketiga tajamkanlah pedangmu dan percepatlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaaan dan rasa pendihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya”
 
Kemudian dipeluknya Nabi Ismail as dan dicium pipinya oleh Nabi Ibrahim seraya berkata :
“Bahagialah aku mempunyai seorang putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang ikhlas hati menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah”
 
Cerita Nabi Ismail disembelih
 
Saat penyembelihan yang mengerikan telah tiba. Diikatlah kedua tangan dan kaki Nabi Ismail as, dibaringkanlah ia di atas lantai, lalu diambillah parang tajam yang sudah tersedia dan sambil memegang parang ditangannya, kedua mata Nabi ibrahi asi tergenang air berpindah memadang dari wajah puteranya ke parah yang mengkilap di tangannya, seakan-akan pada saat itu hari beliau menjadi tempat pertarungan antara perasaan seorang ayah di satu pihak dan kewajiban seorang rasul di satu pihak yang lain. Pada akhirnya dengan memejamkan matanya, parang diletakkan pada leher Nabi Ismail as dan penyembelihan dilakukan. Akan tetapi apa saya, parang yang sudah ditajamkan itu ternyata menjadi tumpul di leher Nabi Ismail as dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan sebagaimana diharapkan.
Kejadian tersebut merupakan suatu mukjizati dari Allah yang menegaskan bahwa perintah pengorbatan Ismail itu hanya suatu ujian Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as sampai sejauh mana cinta dan taat mereka kepada Allah. Ternyata keduanya telah lulus dalam ujian yang sangat berat itu.
Nabi Ibrahim as telah menunjukkan kesetiaan yang tulus dengan pengorbanan puteranya untuk berbakti melaksanakan perintah Allah sedangkan Nabi Ismail as tidak sedikit pun ragu atau bimbang dalam melaksanakan kebaktiannya kepada Allah dan kepada orang tuanya dengan menyerahkan jiwa raganya untuk dikorbankan, sampai-sampai terjadi seketika merasa bahwa perang itu tidak mampu memotong lehernya, berkatalah ia kepada ayahnya :
 
“Wahai ayahku! Rupa-rupanya engkau tidak sampai hati memotong leherku karena melihat wajahku, cobalah telangkupkan aku dan laksanakanlah tugasmu tanpa melihat wajahku”
Akan tetapi parang itu tetap tidak berdaya mengeluarkan setitik darah pun dari daging Ismail walau telah telangkupkan dan dicoba memotong lehernya dari belakang.
 
Dalam keadaan bingung dan sedih hati, karena gagal dalam usahanya menyembelih puteranya, datanglah kepada Nabi Ibrahim wayu allah dengan firmannya : dan kami panggilah dia : Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpimu itu sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan besar:. Kemudian sebagia ganti nyawa Nabi Ismail as yang telah diselamatkan itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as menyembelih seekor kambing yang telah tersedia disampingnya dan segera dipotong leher kambing itu oleh beliau dengan parang yang tmpul di leher puterangnya tadi itu. Dan inilah asal permulaan sunnah berqurnban yang dilakukan oleh umat islam pada setiap hari raya Idhul Adha di seluruh dunia.
 
Cerita Nabi Ismail dan istrinya
 
Ketika Nabi Ismail as telah dewasa, ia dinikahkan dengan seorang wanita dari suku jurhum. Pada suatu hari ketika Nabi Ibrahim as datang ke rumah Nabi Ismail as, namun ketika itu anaknya sedang tidak berada di rumah, namun hanya istrinya yang ada di rumah. Kemudian Nabi Ibrahim as pulang karena rupaya ia tidak dterima dengan baik oleh menantunya itu. Nabi Ibrahim as minta izin pulang dengan meninggalkan pesan untuk anaknya Nabi Ismail as.
 
Nabi Ibrahim berkata: “Jika suamimu datang nanti, katakanlah bahwa saya datang kemari, ceritakanlah ada orang tua sifatnya seperti ini, dan berpesan kepadanya, bahwa saya ini tidak suka kepada bawang pintu rumah ini dan minta supaya lekas ditukarnya”
 
Setelah Nabi Ismail tiba di rumahnya, istrinya tadi menceritakan semua pesan ayahnya kepada Nabi Ismail as.
 
Lalu Nabi Ismail berkata kepada istrinya :
 
“Itulah dia ayahku (Ibrahim) dan rupayanya engkau tidak menghiraukan dan menghormati ayahku, sekarang engkau saya cerai sebab ayahku tidak menyukai orang yang berperangai rendah”
Kemudian Nabi Ismail as menikah kembali dengan seorang wanita jurhum lainya, dan Nabi Ibrahim as sangat menyukai menantu ini. Dari pernikahan dengan wanita kedua ini, Nabi brahim dikarunia keturunan yang banyak dan anak-anaknya menjadi pemimpin kaumnya dan mereka itu dinamakan Rab Musta’ribah.
 
Nabi Ismail meninggal dunia pada umur 137 tahun di negeri Palestina, namun ada riwayat lain yang  menyebutkan bahwa bahwa beliau meninggal di Mekah.
 
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mempunyai wasiat untuk anak cucunya, yang bunyinya sebagai berikut :  “Hai anak-anaku! Sesungguhnya Allah telah memilih islam menjadi agamamu, karena itu janganlah kamu mati kecuali tetap dalam ke Islaman.
 
Semoga kita bisa mengambil banyak hikmah dari cerita Nabi Ismail di atas.

No comments: